Raden Ajeng Kartini |
InfoPemuda.id, Hari Kartini - Anda menghormati Kartini? Anda merayakan hari Kartini? Coba uji, apa yang kita tahu tentang Kartini. Apa yang kita pahami tentang emansipasi?
Kita menghormati Kartini, namun patut disayangkan bahwa kita menghormati Kartini secara keliru. Tiap tanggal 21 April kita bernyanyi lantang "Ibu kita Kartini, putri sejati, putri Indonesia, harum namanya, pendekar kaumnya." Lalu bersoleklah kaum perempuan dengan sanggul, kain dan kebaya. Bersanggul dan berkain kebaya tentu bagus dan enak dipandang. Tetapi mengidentikkan Kartini dengan sanggul dan kain kebaya sungguh menyempitkan makna perjuangan Kartini.
Busana seperti itu justru dikecam oleh Kartini sebagai kurungan feodalisme. Tulis Kartini, "Mengapa perempuan dikekang dengan aturan harus berbusana begini begitu? Mana mungkin kita maju kalau main badminton pun harus bersanggul dan berkain kebaya?" Secara sinis ia menyebut "Perempuan cantik bersuntingkan kembang cempaka layu pada kondenya".
Dalam bukunya berjudul Een Vergeten Uitboekje Kartini menulis simbolisme sarkastis, "ayolah nona ayu, jangan nampak begitu sayu, mentari secumil itu takkan mengubah warna kulitmu... Apa pula gunanya payung kecil genit yang kau bawa bawa itu?".
Kartini berobsesi memajukan perempuan bukan melalui busana dan upacara. Sama sekali bukan! Obsesi Kartini adalah memajukan kaum perempuan dengan buku, yaitu agar anak perempuan suka membaca buku! Kartini melihat teman-teman Belandanya di Jepara maju dan pandai karena banyak membaca. Oleh karena itu ia ingin agar para perempuan Indonesia juga suka dan banyak membaca. Kartini sendiri melahap ribuan novel dan esei di perpustakaan Jepara.
Baik karya pengarang Belanda maupun karya pengarang Eropa lainnya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda. Buku favoritnya adalah De Kleine Johannes, Moderne Maagden, De Wapens Neergelegd, Hilda van Suylenburg, De Vrow en Sociaalisme, dan Max Havelaar.
Bagaimana cara Kartini meningkatkan minat baca kaum perempuan Indonesia? Kartini melakukannya dengan cara menulis sebanyak-banyaknya. Dalam hidupnya sesingkat 25 tahun ia menulis ratusan novel, reportase, puisi, esei, nota, dan surat. Semuanya dalam bahasa Belanda yang sempurna.
Sungguh ironis bahwa kita mengaku menghormati Kartini namun tidak mengenal buku-bukunya. Yang kita kenal hanyalah "Habis Gelap Terbitlah Terang". Tapi itu pun hanya sebatas judulnya. Cobalah jujur bertanya, pernahkah kita membaca buku itu?
Habis Gelap Terbitlah Terang, sebenarnya memuat hanya sebagian dari buku aslinya yang berjudul Door Duisternis tot Licht yang terbit tahun 1911, tujuh tahun setelah kematian Kartini. Isinya adalah 105 pucuk surat yang diedit dari ratusan surat pribadi kepada teman-temannya. Buku ini cepat meluas di Belanda karena simpati masyarakat pada cita-cita Kartini.
Penyebaran buku ini dibiayai oleh banyak Gereja, yayasan, dan juga sumbangan dari ratu kerajaan. Hasil penjualan itu dipergunakan untuk membangun sekolah-sekolah Kartini di Indonesia? Buku ini pun diterbitkan di Amerika, Rusia, Spanyol, dan Tiongkok. Judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" dipetik dari lagu Gereja Belanda "Daar is uit's werelds duistere wolken een licht der lichten opgegaan" (ZB 593).
Kartini adalah pendekar, pejuang emansipasi. Tapi ia bukan pendekar busana, melainkan pendekar sastra. Perjuangannya bukanlah agar perempuan suka berkain kebaya, melainkan suka membaca.
Tulisan: Pendeta Dr. Andar Ismail, penulis buku laris Seri Selamat terbitan BPK Gunung Mulia, Pakar Pendidikan Orang Dewasa.