![]() |
Ilustrasi |
Dalam perjalanan hidup kita, tak jarang kita menemukan diri terluka oleh perkataan atau perbuatan orang lain. Rasa sakit, kekecewaan, bahkan kemarahan bisa mengendap di hati, menciptakan beban yang berat. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk memaafkan
Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah:
"Bagaimana cara memaafkan dengan sungguh-sungguh?"
Memaafkan seringkali disalahartikan. Ada yang mengira memaafkan berarti melupakan begitu saja, atau bahkan membenarkan kesalahan orang lain.
Padahal, memaafkan adalah sebuah proses yang mendalam, sebuah keputusan iman yang membebaskan diri kita sendiri.
Memaafkan Bukan Berarti Melupakan
Alkitab mengajarkan kita tentang pengampunan yang sempurna dari Allah.
Ketika Allah mengampuni dosa-dosa kita, Dia tidak lagi mengingatnya (Yesaya 43:25). Namun, bagi kita manusia, melupakan rasa sakit mungkin adalah hal yang sulit, bahkan tidak mungkin.
Memaafkan bukan tentang menghapus ingatan, melainkan tentang melepaskan kekuatan ingatan itu untuk menyakiti kita kembali.
Ketika kita memaafkan dengan sungguh, kita memilih untuk tidak lagi membiarkan luka lama mengendalikan emosi dan tindakan kita. Kita tidak lagi mengizinkan kepahitan menumbuhkan akar di hati kita.
Memaafkan adalah Melepaskan Diri dari Penjara Kepahitan
Seringkali, orang yang paling menderita karena ketidakmampuan memaafkan bukanlah orang yang bersalah, melainkan kita sendiri. Kepahitan ibarat rantai yang mengikat kita pada masa lalu, menghalangi kita untuk bergerak maju, menghalangi kita untuk merasakan damai sejahtera yang Kristus janjikan.
Penulis Ibrani mengingatkan kita: "Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar pahit yang menimbulkan kerusuhan dan mencemarkan banyak orang." (Ibrani 12:15). Akar pahit ini bisa tumbuh subur jika kita menolak untuk memaafkan.
Memaafkan Adalah Ketaatan Kepada Kristus
Perintah untuk memaafkan adalah inti ajaran Yesus. Ketika Petrus bertanya berapa kali ia harus mengampuni saudaranya, Yesus menjawab, "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22).
Ini bukan tentang hitungan matematis, melainkan tentang sikap hati yang terus-menerus memaafkan, tanpa batas.
Yesus sendiri memberikan teladan sempurna saat di kayu salib, Ia berseru:
"Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34).
Ia memaafkan bahkan ketika rasa sakit fisik dan penderitaan emosional mencapai puncaknya. Jika Tuhan kita mampu melakukannya, dengan pertolongan Roh Kudus, kita pun sanggup.
Bagaimana Memulai Proses Memaafkan dengan Sungguh?
• Akui Rasa Sakit Anda: Jangan menyangkal bahwa Anda terluka. Jujurlah kepada Tuhan tentang semua emosi yang Anda rasakan.
• Buat Keputusan: Memaafkan adalah sebuah keputusan, bukan perasaan. Berdoalah dan putuskan dalam hati Anda untuk melepaskan hak Anda untuk menyimpan kemarahan atau menuntut balas.
• Serahkan kepada Tuhan: Kita tidak bisa memaafkan dengan kekuatan sendiri. Mintalah Roh Kudus untuk memberikan kekuatan, hikmat, dan kasih untuk melepaskan pengampunan.
• Berdoa bagi Pelaku: Ini mungkin bagian yang paling sulit, namun sangat membebaskan. Berdoa untuk orang yang telah menyakiti Anda adalah tindakan kasih yang transformatif, baik bagi dia maupun bagi Anda.
• Biarkan Waktu dan Anugerah Bekerja: Proses memaafkan mungkin tidak instan. Ada luka yang membutuhkan waktu untuk sembuh. Izinkan anugerah Tuhan bekerja dalam hati Anda seiring waktu.
Memaafkan dengan sungguh adalah salah satu wujud nyata dari kasih Kristus dalam hidup kita. Ini bukan saja membebaskan orang lain, tetapi yang terpenting, membebaskan diri kita sendiri dari belenggu kepahitan dan memungkinkan kita untuk mengalami damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal.
Mari kita renungkan: Adakah seseorang yang perlu Anda maafkan hari ini? Atau adakah kepahitan yang masih Anda simpan? Mari kita belajar dari Tuhan Yesus, dan memilih untuk memaafkan dengan sungguh.
Amin.